Akhlak kita terbentuk dipengaruhi
oleh faktor hereditas, lingkungan kita, dan pengaruh dari hakikat manusia
sebagai materi dan ruh, dimana materi identik dengan hawa nafsu, jiwa atau ruh
identik dengan suara kebenaran dari Allah SWT. Ketika hawa nafsu sangat kuat
dan mengalahkan jiwa atau ruh, maka perilaku seseorang akan menjadi negatif.
Ketika lingkungan mendukung dan mengkondisikan perbuatan negatif tersebut, maka
akan terbentuk akhlak negatif. Padahal nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan
kepada umatnya untuk memiliki akhlak yang mulia, seperti yang disebutkan dalam
hadist, “ Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pada hari kiamat)
dari akhlak yang baik. “ (HR. Abu Dawud). Bahkan dalam salah satu ayat Al
Qur’an dikatakan bahwa nabi Muhammad SAW dituunkan untuk memperbaiki akhlak
manusia.
Sehingga bagaimana jika kita memiliki
akhlak yang buruk ? mau tidak mau kita harus merubah akhlak tersebut. Dan
bagaimana cara kita merubahnya, padahal dalam merubah akhlak, tidaklah mudah,
karena hal tersebut telah menjadi kebiasaan kita ? sehingga membutuhkan cara
dalam perubahan tersebut. Disinilah akan
dijelaskan bagaimana cara yang dilakukan untuk melakukan perubahan akhlak. Agar
sebagai seorang muslim kita memiliki akhlak – akhlak yang baik, seperti apa
yang ditauladankan Rasulullah. Sehingga
cara yang digunakan melalui pendekatan hadist.
1.
Nilai perubahan akhlak bagi seorang muslim dalam
hadist
Rasulullah tidak menyukai orang –
orang yang memiliki akhlak negatif, bahkan ia sering sekali menganjurkan kepada
umatnya untuk menjauhi akhlak – akhlak yang negatif. Seperti yang tercantum
dalam hadist berikut ini, “ Berhati-hatilah terhadap buruk sangka.
Sesungguhnya buruk sangka adalah ucapan yang paling bodoh. “ (HR. Bukhari).
“
Makar, tipu muslihat dan pengkhianatan rnenyeret pelakunya ke neraka. “
(HR. Abu Dawud). “Orang yang paling
dibenci Allah ialah yang bermusuh-musuhan dengan keji dan kejam. “ (HR.
Bukhari).
Rasulullah diturunkan untuk
memperbaiki akhlak manusia. Sehingga dalam kehidupan dan berdakwah, Rasulullah
sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memiliki akhlak yang baik dan
menghindari akhlak yang negatif. Seperti yang tercantum dalam hadist berikut
ini, “ Paling dekat dengan aku
kedudukannya pada had kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya dan
sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya. “ (HR.
Ar-Ridha). “ Tidak ada sesuatu yang lebih
berat dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yang baik. “ (HR. Abu
Dawud). “ Jauhilah segala yang haram
niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian
(rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah
yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang
lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong
muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak
tertawa itu mematikan hati. “ (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Sehingga perubahan
akhlak adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap muslim.
2.
Cara merubah akhlak
a.
Memperkuat jiwa dan ruh sebagai penguat iman
dalam memerangi hawa nafsu
Dalam bab sebab – sebab akhlak, telah
disebutkan bahwa ruh sebagai pembentuk manusia memiliki pengaruh dalam perilaku
manusia dan terbentuknya akhlak manusia. Karena ruh merupakan suara kebenaran
yang diberikan Allah pada diri manusia. Tidak hanya ruh sebagai pembentuk
manusia, melainkan juga materi, dimana sifat materi merupakan duniawi, yang
cenderung kearah hawa nafsu. Ketika manusia tidak bisa mengendalikan hawa
nafsunya, maka akan memunculkan perilaku dan akhlak yang negative. Sehingga
agar manusia tidak melakukan perilaku negative dan membentuk akhlak yang
negative, maka harus memperkuat sisi jiwa atau ruh sebagai fitrah manusia.
Untuk memperkuat sisi ruh, maka manusia harus meningkatkan keimanannya. Apabila
keimanan seseorang telah tertanam dengan kuat, begitu juga interaksi dirinya
dengan Allah telah kuat, maka akan muncul kekuatan spititual yang memberi
pengaruh luar biasa pada fisik dan psikisnya. Orang itu akan memiliki kekuatan
dan semangat, sehingga kelemahan dan penyakit yang dideritanya dari haaw nafsu
akan lenyap. An-Nu'-man bin Basyir meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
"Ingatlah, di dalam jasad ada
segumpal dagingyang jika daging itu baik, maka seluruh tubuh akan baik. Namun
jika daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga akan rusak. Ingatlah, daging
yang dimaksud adalah hati ! "
Apabila hati seseorang telah baik, maka hati tersebut akan dipenuhi
dengan keimanan kepada Allah, bertauhid kepada-Nya, dan senang untuk
menjalankan ibadah, dan ia akan menjadi orang yang berkepribadian santun,
berakhlak mulia, dan berperilaku luhur. Hal – hal berikut adalah cara
meningkatkan keimanan hati seseorang :
·
Terapi kepribadian melalui ibadah
Menunaikan ibadah kepada Allah,
sebenarnya mampu membersihkan dan menjernihkan jiwa, hal ini membuat hati
berkilauan, sehingga dapat meningkatkan keimanan seseorang. Keimanan kepada
Allah, upaya mendekatkan diri kepada Nya dengan ibadah, bisa menyebabkan
seseorang dalam lingkungan dan pengawasan Allah. Hal ini akan membangkitkan
harapan mendapat ampunan dengan target akhirnya adalah bisa masuk surga. Hal
ini merupakan reinforcement bagi manusia untuk memiliki kepribadian yang baik
dan meninggalkan hal yang negative, yang dapat membuat gundah hati manusia.
·
Terapi kepribadian melalui sholat
Ritual shalat memiliki pengaruh yang luar biasa untuk
terapi rasa galau dan gundah dalam diri manusia. Dengan mengerjakan shalat
secara khusyuk, dengan niat menghadap dan berse-rah diri secara total
kepadaTuhan, serta meninggalkan semua kesibukan duniawi, maka seseorang akan
merasa tenang, tentram, dan damai. Rasa gundah dan stress yang senantiasa menekan
kehidupannya akan sirna. Rasulullah saw. senantiasa mengerjakan shalat ketika
sedang ditimpa masalah yang membuat beliau merasa tegang. Hudzaifah berkata, "Jika Nabi saw. merasa gundah karena
sebuah perkara, maka beliau menunaikan shalat." Rasulullah saw.
pernah bersabda kepada Bilal ketika wak-tu shalat telah tiba, " Wahai Bilal, istirahatkanlah kami
dengan shalat!"
Hadis di atas, begitu juga dengan hadis riwayat Hudzaifah sebelumnya,
mengisyaratkan tentang pentingnya ritual shalat untuk menciptakan rasa tenang
dan tentram dalam jiwa seseorang. Shalat juga mampu memberikan terapi jiwa
yang begitu berarti untuk menghilangkan perasaan gundah dan bingung. Shalat
akan mencegah pelakunya dari perbuatan dosa menjauhkan perbuatan aniaya,
mendorong pelakunya menolong orang yang teraniaya, berpotensi untuk meredam
gejolak nafsu, sehingga keimanan seseorang dapat meningkat
·
Terapi kepribadian melalui puasa
Ibadah puasa memiliki banyak
manfaat. Salah satunya adalah memperkuat kehendak dan menimbulkan kekuatan
untuk menaklukkan hawa nafsu. Allah Ta'ala berfirman: Hai orang-orangyang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seba-gaimana
diwajibkan atas orang-orangsebelurn kamu agarkamu bertakwa. (QS 2: 183).
Maksud kalimat ayat di atas adalah agar kalian merasa takut untuk melakukan
perbuatan maksiat. Caranya, dengan menaklukkan syahwat yang menjadi penyebab
maksiat. Sehingga manusia akan dapat menekan nafsunya, dan meningkat imannya.
·
Terapi kepribadian melalui ibadah haji
Ritual haji mengajarkan pada orang-orang bagaimana
menanggung beban berat, melatih diri untuk memerangi hawa nafsu, dan mengendalikan
dorongan serta gejolak syahwat. Karena, orang yang menunaikan ibadah haji tidak
boleh berhubungan intim dengan pasangannya, tidak boleh cekcok, mencaci-maki,
menyakiti orang lain, maupun melakukan sesuatu yang mengakibatkan murka Allah
Ta'ala. Ritual haji mampu mengobati rasa sombong, congkak, dan merasa lebih
dibandingkan orang lain. Semua orang memiliki kedudukan yang sama ketika sedang
menunaikan ibadah haji. Di tempat yang dipenuhi dengan spirit ruhani, hubungan
seseorang dengan Tuhannya akan bertambah kuat dan bertambah dekat. Seseorang
akan merasakan kejernihan hati, ketenangan jiwa, dan mengalami kondisi
spiritual yang dipenuhi rasa cinta dan bahagia. Abu Hurairah meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Barang
siapa menunaikan ibadah haji ikhlas karena Allah, sehingga ia tidak melakukan
hubungan intim dan tidak melakukan perbuatan dosa besar, maka ia akan kembali
seperti pada hari dilahirkan ibunya."
·
Terapi kepribadian melalui dzikir dan do’a
Dengan dzikir, mengingat Allah,
memanjatkan ampunan dan do’a kepada Allah, akan semakin mendekatkan diri kepada
Allah. Sehingga manusia merasa dalam perlindungan dan penjagaan Allah, yang
membuat ia semakin yakin untuk dapat ampunan. Ia akan semakin ridho, berlapang
dada, serta merasa lebih tenang dan tenteram. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa
arti penting berdzikir dan do’a adalah untuk menciptakan rasa tenang dan
tenteram jiwa, sehingga dapat menekan hawa nafsu. Dimana hal ini akan
meningkatkan keimanan seseorang.
b.
Membuat pengondisian diri agar mendukung
perubahan akhlak
Pengondisian atau lingkungan yang
ada pada diri seseorang akan mempengaruhi terbentuknya akhlak atau kepribadian
orang tersebut. Sehingga untuk merubah akhlak, dari akhlak yang negatif menjadi
akhlak positif, diperlukan suatu pengondisian akan nilai – nilai kebaikan,
keTauhidan. Ketika manusia berperilaku dengan motif – motif tertentu,
perilakunya akan dipengaruhi oleh sifat – sifat fitrah manusia yang ada pada
sifat ruh dan materi. Ketika sifat ruh ( menemukan suara kebenaran ) dapat
mengalahkan sifat materi ( hawa nafsu, keduniawian ) dengan usaha meningkatkan
keimanan seseorang, dapat menimbulkan perilaku yang baik. Agar perilaku yang
baik tersebut menjadi sebuah akhlak yang baik, maka diperlukan penciptaan
pengondisian yang mendukung, seperti bergaul di lingkungan orang – orang alim,
dengan adanya pengondisian tersebut akan memunculkan reinforcement, sehingga
perilaku tersebut terpola dan membentuk akhlak.
Referensi
1.
Muhammad ‘Utman Najati. ‘Ilmu Al-Nafs Al-Shina’iy. Kuwait: Muassasah Al-Shabah, 1980.
2.
Ibu Taimiyyah. Majmu Al-Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyyah, juz X. ‘Ilmu Al
Suluk, Al-Su’udiyyah: Al-Risalah Al-Ammah li Syu’un Al-Haramain AL-Syarafatain,
tt.
3.
Munn, L.N. Psychology: The Fundamentals of Human Adjusment. Boston: Houghton Mifflen Co,
1961.
4.
Atkinson, R.L.Alkinson, R.C. and Higrad, E.R. Introduction to Psycology. New York:
Harcourt Brace Javanovich, Inc, 1983.
5.
Al-Hafizh Al-Mundziry. Mukhtashar Sahih Muslim. Beirut: Al-Maktab Al-Islamy, 1977.
6.
Abu ‘Abdillah Malik. Muwatha’ Al Imam Malik. Beirut: Dar Al-Nafais, 1983.
7.
Departemen
Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahnya.
Jakarta. 1985.
8.
Husain
Bahrasy. Himpunan Hadist Bukhori Muslim.
Surabaya. 1980.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar