Sabtu, 22 Desember 2012

Perubahan Akhlak Dalam Tinjauan Hadist


Akhlak kita terbentuk dipengaruhi oleh faktor hereditas, lingkungan kita, dan pengaruh dari hakikat manusia sebagai materi dan ruh, dimana materi identik dengan hawa nafsu, jiwa atau ruh identik dengan suara kebenaran dari Allah SWT. Ketika hawa nafsu sangat kuat dan mengalahkan jiwa atau ruh, maka perilaku seseorang akan menjadi negatif. Ketika lingkungan mendukung dan mengkondisikan perbuatan negatif tersebut, maka akan terbentuk akhlak negatif. Padahal nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memiliki akhlak yang mulia, seperti yang disebutkan dalam hadist, “ Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yang baik. “ (HR. Abu Dawud). Bahkan dalam salah satu ayat Al Qur’an dikatakan bahwa nabi Muhammad SAW dituunkan untuk memperbaiki akhlak manusia.
Sehingga bagaimana jika kita memiliki akhlak yang buruk ? mau tidak mau kita harus merubah akhlak tersebut. Dan bagaimana cara kita merubahnya, padahal dalam merubah akhlak, tidaklah mudah, karena hal tersebut telah menjadi kebiasaan kita ? sehingga membutuhkan cara dalam perubahan tersebut. Disinilah  akan dijelaskan bagaimana cara yang dilakukan untuk melakukan perubahan akhlak. Agar sebagai seorang muslim kita memiliki akhlak – akhlak yang baik, seperti apa yang ditauladankan Rasulullah.  Sehingga cara yang digunakan melalui pendekatan hadist.

1.       Nilai perubahan akhlak bagi seorang muslim dalam hadist
Rasulullah tidak menyukai orang – orang yang memiliki akhlak negatif, bahkan ia sering sekali menganjurkan kepada umatnya untuk menjauhi akhlak – akhlak yang negatif. Seperti yang tercantum dalam hadist berikut ini,  “ Berhati-hatilah terhadap buruk sangka. Sesungguhnya buruk sangka adalah ucapan yang paling bodoh. “ (HR. Bukhari).   Makar, tipu muslihat dan pengkhianatan rnenyeret pelakunya ke neraka. “ (HR. Abu Dawud). “Orang yang paling dibenci Allah ialah yang bermusuh-musuhan dengan keji dan kejam. “ (HR. Bukhari).
Rasulullah diturunkan untuk memperbaiki akhlak manusia. Sehingga dalam kehidupan dan berdakwah, Rasulullah sangat menganjurkan kepada umatnya untuk memiliki akhlak yang baik dan menghindari akhlak yang negatif. Seperti yang tercantum dalam hadist berikut ini, “ Paling dekat dengan aku kedudukannya pada had kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu ialah yang paling baik terhadap keluarganya. “ (HR. Ar-Ridha). “ Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (pada hari kiamat) dari akhlak yang baik. “ (HR. Abu Dawud). “ Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. “ (HR. Ahmad dan Tirmidzi). Sehingga perubahan akhlak adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap muslim.

2.       Cara merubah akhlak
a.       Memperkuat jiwa dan ruh sebagai penguat iman dalam memerangi hawa nafsu
Dalam bab sebab – sebab akhlak, telah disebutkan bahwa ruh sebagai pembentuk manusia memiliki pengaruh dalam perilaku manusia dan terbentuknya akhlak manusia. Karena ruh merupakan suara kebenaran yang diberikan Allah pada diri manusia. Tidak hanya ruh sebagai pembentuk manusia, melainkan juga materi, dimana sifat materi merupakan duniawi, yang cenderung kearah hawa nafsu. Ketika manusia tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya, maka akan memunculkan perilaku dan akhlak yang negative. Sehingga agar manusia tidak melakukan perilaku negative dan membentuk akhlak yang negative, maka harus memperkuat sisi jiwa atau ruh sebagai fitrah manusia. Untuk memperkuat sisi ruh, maka manusia harus meningkatkan keimanannya. Apabila keimanan seseorang telah tertanam dengan kuat, begitu juga interaksi dirinya dengan Allah telah kuat, maka akan muncul kekuatan spititual yang memberi pengaruh luar biasa pada fisik dan psikisnya. Orang itu akan memiliki kekuatan dan semangat, sehingga kelemahan dan penyakit yang dideritanya dari haaw nafsu akan lenyap. An-Nu'-man bin Basyir meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Ingatlah, di dalam jasad ada segumpal dagingyang jika daging itu baik, maka seluruh tubuh akan baik. Namun jika daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga akan rusak. Ingatlah, daging yang dimaksud adalah hati ! "
Apabila hati seseorang telah baik, ma­ka hati tersebut akan dipenuhi dengan keimanan kepada Allah, bertauhid kepada-Nya, dan senang untuk menjalankan ibadah, dan ia akan menjadi orang yang berkepribadian santun, berakhlak mulia, dan berperilaku luhur. Hal – hal berikut adalah cara meningkatkan keimanan hati seseorang :
·         Terapi kepribadian melalui ibadah
Menunaikan ibadah kepada Allah, sebenarnya mampu membersihkan dan menjernihkan jiwa, hal ini membuat hati berkilauan, sehingga dapat meningkatkan keimanan seseorang. Keimanan kepada Allah, upaya mendekatkan diri kepada Nya dengan ibadah, bisa menyebabkan seseorang dalam lingkungan dan pengawasan Allah. Hal ini akan membangkitkan harapan mendapat ampunan dengan target akhirnya adalah bisa masuk surga. Hal ini merupakan reinforcement bagi manusia untuk memiliki kepribadian yang baik dan meninggalkan hal yang negative, yang dapat membuat gundah hati manusia. 
·         Terapi kepribadian melalui sholat
Ritual shalat memiliki pengaruh yang luar biasa untuk terapi rasa galau dan gundah dalam diri manusia. Dengan mengerjakan shalat secara khusyuk, dengan niat menghadap dan berse-rah diri secara total kepadaTuhan, serta meninggalkan semua kesibukan duniawi, maka seseorang akan merasa tenang, tentram, dan damai. Rasa gundah dan stress yang senantiasa menekan kehidupannya akan sirna. Rasulullah saw. senantiasa mengerjakan shalat ketika sedang ditimpa masalah yang membuat beliau merasa tegang. Hudzaifah berkata, "Jika Nabi saw. merasa gundah karena sebuah perkara, maka beliau menunaikan sha­lat." Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Bilal ketika wak-tu shalat telah tiba, " Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat!"
Hadis di atas, begitu juga dengan hadis riwayat Hudzaifah sebelumnya, mengisyaratkan tentang pentingnya ritual shalat untuk menciptakan rasa tenang dan tentram dalam jiwa sese­orang. Shalat           juga mampu memberikan terapi jiwa yang begitu berarti untuk menghilangkan perasaan gundah dan bingung. Shalat akan mencegah pelakunya dari perbuatan dosa menjauhkan perbuatan aniaya, mendorong pelakunya menolong orang yang teraniaya, berpotensi untuk meredam gejolak nafsu, sehingga keimanan seseorang dapat meningkat
·         Terapi kepribadian melalui puasa
Ibadah puasa memiliki banyak manfaat. Salah satunya adalah memperkuat kehendak dan menimbulkan kekuatan untuk menaklukkan hawa nafsu. Allah Ta'ala berfirman: Hai orang-orangyang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa seba-gaimana diwajibkan atas orang-orangsebelurn kamu agarkamu bertakwa. (QS 2: 183). Maksud kalimat ayat di atas adalah agar kalian merasa takut untuk melakukan perbuatan maksiat. Caranya, dengan me­naklukkan syahwat yang menjadi penyebab maksiat. Sehingga manusia akan dapat menekan nafsunya, dan meningkat imannya.

·         Terapi kepribadian melalui ibadah haji
Ritual haji mengajarkan pada orang-orang bagaimana menanggung beban berat, melatih diri untuk memerangi hawa nafsu, dan mengendalikan dorongan serta gejolak syahwat. Karena, orang yang menunaikan ibadah haji tidak boleh berhubungan intim dengan pasangannya, tidak boleh cekcok, mencaci-maki, menyakiti orang lain, maupun melakukan sesuatu yang mengakibatkan murka Allah Ta'ala. Ritual haji mampu mengobati rasa sombong, congkak, dan merasa lebih dibandingkan orang lain. Semua orang memiliki kedudukan yang sama ketika sedang menunaikan ibadah haji. Di tempat yang dipenuhi dengan spirit ruhani, hubungan seseorang dengan Tuhannya akan bertambah kuat dan bertambah dekat. Seseorang akan merasakan kejernihan hati, ketenangan jiwa, dan mengalami kondisi spiritual yang dipe­nuhi rasa cinta dan bahagia. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. ber­sabda, "Barang siapa menunaikan ibadah haji ikhlas karena Allah, sehingga ia tidak melakukan hubungan intim dan tidak melakukan perbuatan dosa besar, maka ia akan kembali seperti pada hari dilahirkan ibunya."

·         Terapi kepribadian melalui dzikir dan do’a
Dengan dzikir, mengingat Allah, memanjatkan ampunan dan do’a kepada Allah, akan semakin mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga manusia merasa dalam perlindungan dan penjagaan Allah, yang membuat ia semakin yakin untuk dapat ampunan. Ia akan semakin ridho, berlapang dada, serta merasa lebih tenang dan tenteram. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa arti penting berdzikir dan do’a adalah untuk menciptakan rasa tenang dan tenteram jiwa, sehingga dapat menekan hawa nafsu. Dimana hal ini akan meningkatkan keimanan seseorang. 

b.      Membuat pengondisian diri agar mendukung perubahan akhlak
Pengondisian atau lingkungan yang ada pada diri seseorang akan mempengaruhi terbentuknya akhlak atau kepribadian orang tersebut. Sehingga untuk merubah akhlak, dari akhlak yang negatif menjadi akhlak positif, diperlukan suatu pengondisian akan nilai – nilai kebaikan, keTauhidan. Ketika manusia berperilaku dengan motif – motif tertentu, perilakunya akan dipengaruhi oleh sifat – sifat fitrah manusia yang ada pada sifat ruh dan materi. Ketika sifat ruh ( menemukan suara kebenaran ) dapat mengalahkan sifat materi ( hawa nafsu, keduniawian ) dengan usaha meningkatkan keimanan seseorang, dapat menimbulkan perilaku yang baik. Agar perilaku yang baik tersebut menjadi sebuah akhlak yang baik, maka diperlukan penciptaan pengondisian yang mendukung, seperti bergaul di lingkungan orang – orang alim, dengan adanya pengondisian tersebut akan memunculkan reinforcement, sehingga perilaku tersebut terpola dan membentuk akhlak.

                   Referensi
1.       Muhammad ‘Utman Najati. ‘Ilmu Al-Nafs Al-Shina’iy. Kuwait: Muassasah Al-Shabah, 1980.
2.       Ibu Taimiyyah. Majmu Al-Fatawa Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyyah, juz X. ‘Ilmu Al Suluk, Al-Su’udiyyah: Al-Risalah Al-Ammah li Syu’un Al-Haramain AL-Syarafatain, tt.
3.       Munn, L.N. Psychology: The Fundamentals of Human Adjusment. Boston: Houghton Mifflen Co, 1961.
4.       Atkinson, R.L.Alkinson, R.C. and Higrad, E.R. Introduction to Psycology. New York: Harcourt Brace Javanovich, Inc, 1983. 
5.       Al-Hafizh Al-Mundziry. Mukhtashar Sahih Muslim. Beirut: Al-Maktab Al-Islamy, 1977.
6.       Abu ‘Abdillah Malik. Muwatha’ Al Imam Malik. Beirut: Dar Al-Nafais, 1983.
7.       Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta. 1985.
8.       Husain Bahrasy. Himpunan Hadist Bukhori Muslim. Surabaya. 1980.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar