“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya
kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang
dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Terpuji.” (Q.S Ibrahim ayat 1)
Sungguh agung dan indah agama Islam yang kuanut ini,
suatu agama yang membebaskan manusia dalam belenggu kejahiliyaan individu dan
sosial. Suatu agama yang tidak hanya mengajarkan ketauhidan, tetapi agama yang
visioner dan genius dalam melakukan suatu perbaikan dan perubahan sosial
masyarakat, dengan pedoman Al Qur’an dan sunnah.
Kita semua tahu, bagaimana kondisi masyarakat arab
sebelum Islam turun, dengan kejahiliyaan yang terjadi disegala sektor dan sudah
menjadi budaya masyarakat. Seperti penyembahan
kepada berhala yang tidak memiliki kuasa atas semesta. Suatu keburukan dan
kehinaan bagi keluarga ketika memiliki bayi perempuan, sehingga ada keharusan
dan tradisi untuk dikubur hidup-hidup. Pemilik modal dan suku besar adalah
penguasa masyarakat, yang bisa dengan seenaknya saling berkompromi untuk
membuat aturan sendiri yang menguntungkan mereka, yang dengan seenaknya bisa
dengan bebas menindas kaum yang lemah. Perzinahan, minum khamr dan judi yang
sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan tidak menjadi sebuah nilai negatif. Pemilik
modal yang dengan seenaknya menetapkan bunga kepada kaum lemah yang meminjam
uang (praktek riba). Dimana itu semua telah mebudaya dan mengakar di masyarakat
arab saat itu. Tetapi setelah Islam turun dengan ditunjuknya Muhammad SAW
sebagai utusan dan Al Qur’an sebagai petunjuk/pedoman Rosul dan umat.
Masyarakat arab mengalami perubahan sosial yang sangat drastis, bahkan bisa
dibilang revolusioner. Nilai-nilai dan budaya negatif tersebut, semakin lama
semakin terkikis dan diganti dengan sebuah nilai-nilai baru. Hanya dengan waktu
23 tahun, masyarakat arab ini telah membangun pondasi dan menjadi cikal bakal
perubahan dan kemajuan peradaban Islam di dunia selama kurang lebih 10 abad
lamanya dengan bimbingan Rosul dan Al Qur’an.
Terdapat bebrapa hal yang bisa kita ambil hikmah dan
pelajaran dari usaha yang dilakukan
Islam dalam melakukan perubahan sosial. Dimana sebagai umat islam, kita wajib
untuk mencontoh bahkan menjadikan sebuah tuntunan untuk kita dalam melakukan
misi Khalifah fil Ardy, sebuah misi untuk bisa mengambil peran dalam perbaikan
masyarakat dan bangsa kita untuk lebih maju dan sejahtera.
1.
Pendidikan keTauhidan, mencintai kebenaran
2. Membiasakan
untuk berfikir dan mencintai ilmu pengetahun
3. Menghargai
Kearifan masyarakat lokal selama tidak bertentangan pada kebenaran dan
kemaslahatan umat
4. Menghargai
nilai-nilai kemanusiaan dalam hidup bermasyarakat
5.
Semangat amar ma’ruf nahi munkar di setiap
individu
Marilah kita bahas satu persatu mengenai beberapa hal diatas :
1. Pendidikan keTauhidan, mencintai kebenaran
dan mengekang hawa nafsu
Islam hadir di masyarakat arab saat itu,
hal yang utama diajarkan kepada masyarakat adalah masalah ketauhidan,
lailahaillallah (tiada Tuhan selain Allah). Yang berarti setiap manusia
menundukkan dirinya kepada Allah semata, tidak boleh kepada yang lain atau hawa
nafsu mereka dalam menjalani kehidupan. Untuk masalah ini, Allah sangat tegas
sekali dan tidak ada kompromi sebagaimana dalam surat Al Ikhlas (112) yang
menyatakan keEsaan Allah dan surat Al Kafirun (109) yang menyatakan tentang
tidak ada kompromi dalam hal keimanan dan agama (ketauhidan).
Ketauhidan inilah yang menjadi dasar
masyarakat Islam dalam melakukan perbaikan sosial. Dengan kekuatan tauhid,
setiap individu akan senantiasa memperhatikan setiap perilakunya, untuk berbuat
negatif/dzalim, mereka akan berpikir ulang karena akan adanya hari perhitungan
dan pembalasan di akhirat. Dengan tauhid, setiap individu akan berusaha menekan
ego dan hawa nafsunya dalam bertindak, sehingga mereka akan mudah untuk di atur
dalam suatu tata kehidupan bermasyarakat. Dengan tauhid, setiap individu akan
memiliki kecintaan dan orientasi akan kebenaran. Dengan tauhid, setiap orang
akan memiliki keberanian menghadapi apapun, demi memperjuangkan nilai-nilai
kebenaran, tidak ada ketakutan untuk memperjuangkan kebenaran. Dengan tauhid,
setiap individu akan mudah disatukan dalam ikatan kebenaran, bukan kesukuan
atau keturunan. Sehingga dengan kekuatan tauhid, diharapkan masyarakat islam
dan arab saat itu memiliki pondasi untuk senantiasa berjuang dan memperjuangkan
kehidupan yang berada pada jalur-jalur kebenaran demi terciptanya sebuah masyarakat yang baik dan sejahtera.
Karena
itu, begitu pentingnya nilai-nilai tauhid menginternalisasi di dalam diri
masyarakat dan umat Islam, untuk memperkuat nilai-nilai tauhid tersebut, selama
13 tahun Rosul dakwah di Mekkah, banyak sekali ayat-ayat AQ turun untuk
menjelaskan dan memperkuat ketauhidan umat. Seperti ayat tentang kebesaran Allah,
sifat-sifat Allah, tentang keakhiratan, tentang cara berfikir memahami kebesaran
dan kekuasaan Allah, tentang sikap-sikap dalam menghadapi tantangan kaum kafir
quraisy dalam mempertahankan ketauhidan. Sehingga kita bisa melihat kekhasan
ayat-ayat Makkiyah yang banyak berisi tentang pembentukan nilai-nilai
ketauhidan.
Hal ini terbukti, ketika nilai-nilai
tauhid sudah masuk dalam diri seseorang, maka akan perubahan besar dalam diri
orang tersebut. Ambil contoh adalah sahabat Umar bin Khattab, sebelum mengenal
dan masuk Islam, ia suka minum khamr, suka berkelahi dalam menyelesaikan
persoalan, biasa berzina. Ia juga seorang pemuda yg disegani di mekkah saat itu,
dengan kekuatan fisiknya yg sulit ditandingi, kecerdasan berfikir dan
independesinya dalam bersikap. Tetapi, ketika mengenal dan masuk Islam, dengan
kesadaran ketauhidannya, ia langsung berubah. Nilai-nilai kehidupan jahiliyah
yang sudah menjadi kebiasaannya, seakan hilang dan berganti dengan nilai-nilai
kebenaran dalam kehidupannya. Ia menjadi orang yang menjauhi perzinahan,
menjauhi khamr, menjauhi perjudian, menjauhi kekerasan (kecuali ketika membela
kebenaran, ia bisa bersikap sangat keras). Bahkan dengan kesadarannya ia
merelakan hidupnya untuk menjadi seorang agen perubahan sosial masyarakat arab
saat itu bersama dengan Nabi dan sahabat yang lain, kelompok yang dulu ia hina
dan lawan sekuat tenaga.
Dengan ketauhidan itulah, menjadikan Umar
bin Khatab sebagai salah seorang pemimpin yang sukses dengan sikap yang bisa
menjadi tauladan bagi semua pemimpin dan umat. Sikap kejujurannya, sikap
kesederhanaan, sikap dalam menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, sikap
kelembutannya serta empati sosialnya yang sangat tinggi. Sehingga ia mampu
membawa Islam mencapai kejayaan dengan kemenangan dan tersebar sampai di Persia
dan Romawi.
Dengan kekuatan tauhid, masyarakat arab
menjadi masyarakat yang lebih beradab, mereka dengan kerelaanya bisa merubah tradisi
jahiliyah ke tradisi yang beradab. Misalkan dalam hal khamr, sebelumnya khamr
adalah bagian dari kehidupan masyarakat arab, ketika mereka berkumpul,
mengadakan perayaan, menjamu tamu, khamr akan menjadi minuman wajib. Tetapi
ketika Islam datang, ketika masyarakat arab sudah tertanam nilai-nilai
ketauhidan, tradisi tersebut bisa dirubah dan dihilangkan. Dari awalnya menjadi
perilaku yang biasa, menjadi perilaku yang negatif dan haram.
Misalkan lagi dalam hal memandang
perempuan, sebelum Islam turun, perempuan bagaikan sebuah barang yang tidak
bernilai. Dimana bayi perempuan sangat tidak dihargai, sehingga ada tuntutan
untuk dikubur hidup-hidup, perempuan tidak memperoleh hak waris, bahkan
perempuan atau ibu-ibu bisa dijadikan sebagai salah satu warisan yang akan
dimiliki oleh anak tertua. Tetapi ketika Islam datang, dengan kekuatan Tauhid
yang sudah tertanam di masyarakat arab, maka mereka bisa merubah itu semua,
dengan kerelaan hati dan pikiran mereka lebih menghargai sosok perempuan.
Perempuan bisa mendapatkan hak waris, dari dulunya menjadi barang warisan, bayi
perempuan yang dilarang untuk dikubur hidup-hidup, bahkan perempuan juga
dipercaya menjadi salah satu saksi.
Inilah kekuatan tauhid, sebuah nilai yang
bisa merubah pola pikir dan sikap hidup manusia dan masyarakat untuk menuju
pada kehidupan yang lebih beradab. Atas dasar itulah, Allah memerintahkan kepada nabi untuk menanamkan nilai-nilai Tauhid kedalam pemikiran
masyarakat saat itu sebagai langkah awal untuk melakukan perbaikan sosial
masyarakat. Sehingga inilah nilai awal yang harus ditanamkan kepada masyarakat,
ketika kita ingin melakukan perbaikan sosial masyarakat, kesadaran untuk
ketundukkan kepada Allah sebagai Tuhan semesta alam dalam menjalani kehidupan.
2. Membiasakan untuk berfikir dan mencintai
ilmu pengetahun
Kemajuan peradaban linear dengan tingkat
penguasaan ilmu pengetahuan oleh masyarakatnya. Siapa yang menguasai ilmu
pengetahuan, akan menguasai peradaban di dunia. Itulah kenapa agama Islam
mempersiapkan umatnya agar bisa mengatur kehidupan, agar bisa menjalankan misi
Khalifah fil Ardy, agar bisa menjadi pelopor peradaban dunia dalam kemajuan,
mendidik umatnya untuk membiasakan diri untuk berpikir dan mencintai ilmu
pengetahuan.
Allah menurunkan banyak sekali ayat-ayat
yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan mencintai ilmu pengetahuan.
Bahkan dalam mendidik Rosul dan umat Islam untuk pertama kali meyakini
keberadaan dan kekuasaan-Nya, Allah tidak menggunakan cara-cara doktrin, tetapi
menggunakan cara-cara yang mengajarkan kemandirian berpikir dengan menurunkan
surat Al Alaq ayat 1-5 “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” Bahkan aktifitas berfikir,
menggunakan ilmu pengetahuan, dijadikan sebuah metodologi dalam menemukan
keberadaan dan kebesaran Allah serta kebenaran ajaran Islam. Diantaranya ayat2Nya
antara lain : Q.S 3 : 190-191 , Q.S 35 : 28, Q.S 67 : 10 , Q.S 3 : 7, Q.S 39 :
9, Q.S 30 : 28-29, Q.S 2 : 164, Q.S 12 : 1-2, Q.S 6 : 151
Islam sangat mencintai
aktifitas berfikir dan ilmu pengetahuan, segala aktifitas yang berkaitan untuk
mencari, menyebarkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan adalah bagian dari
ibadah. Bahkan dalam sebuah hadist diriwayatkan mencari ilmu adalah salah satu
ibadah yang bernilai tinggi, diantaranya : Salah seorang Anshar bertanya kepada
Rosulullah SAW, “Wahai Rosul, jika ada orang yang meningggal dunia bertepatan
dengan acara majelis ulama, manakah yang lebih berhak mendapatkan perhatian?”
Rasulullah pun menjawab, “Jika telah ada orang yang mengantarkan dan
menguburkan jenazah itu, maka menghadiri majelis ulama itu lebih utama dari
pada melayat seribu jenazah. Bahkan ia lebih utama daripada menjenguk seribu
orang sakit, atau sholat seribu hari seribu malam, atau sedekah seribu dirham
kepada fakir miskin, ataupun seribu kali haji, bahkan lebih utama daripada seribu
kali berperang dijalan Allah dengan jiwa dan hartamu! Tahukah engkau bahwa
Allah dipatuhi dengan ilmu, dan disembah dengan ilmu pula? Tahukah engkau bahwa
kebaikan dunia dan akhirat adalah dengan ilmu, sedangkan keburukan dunia dan
akhirat adalah dengan kebodohan?”
Begitu dihargainya ilmu
pengetahuan dalam islam, bahkan dalam sejarah pernah Rosul berkata kepada
tawanan perang badar, bahwa siapapun diantara mereka yang menjadi tawanan ingin
membeli kebebasan mereka tetapi tanpa mengeluarkan uang tebusan, dapat
memanfaatkan kemampuan baca tulis mereka sebagai sumber kebebasan mereka.
Setiap tawanan musyrik yang mengajarkan sepuluh orang muslim membaca dan
menulis, akan meraih kebebasan mereka.
Kecintaan akan ilmu dan
pembiasaan dalam berfikir, sangat dibiasakan oleh Rosul saat itu. Seperti dicontohkan
dalam dakwah, Rosul tidak pernah menggunakan cara-cara doktrin untuk
mengajarkan keEsaan Allah dan kebenaran ajaran Islam. Beliau senantiasa
menggunakan dialog-dialog yang argumentatif dicampur dengan ayat-ayat Al Qur’an,
sehingga membuat orang-orang quraisy sulit untuk membantahnya dan banyak orang
yang terpikat dan terpengaruh dengan penjelasan Rosul terhadap agama Islam. Terbukti,
dengan ketidakmampuan masyarakat kafir quraisy untuk dialog dan menghadapi
argumentasi Rosul, mereka menggunakan cara penyebaran fitnah, dengan memfitnah
Rosul adalah seorang tukang sihir, penghipnotis, sehingga menyuruh orang untuk jangan
mencoba-coba mendekatinya jika tidak ingin terpengaruh dengan perkataannya. Karena
perkataannya itu mengandung racun yang menyebabkan masyarakat mekkah pecah,
anak dan orang tua menjadi bermusuhan.
Selain pola dakwah yang
demikian mendidik, Rosul dalam membina para sahabatnya juga senantiasa
memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk berdialog, bertanya,
berdiskusi, tentang berbagai masalah agama dan masalah keummatan. Bagaimana
pernah terjadi dialog antara Rosul, Abu Bakar, dan Umar dalam mensikapi tawanan
perang badar. Rosul dan Abu Bakar lebih cenderung meminta tebusan, tetapi Umar
lebih cenderung membunuh para tawanan perang. Bagaimana seorang Salman Al
Farisy, seorang muallaf yang baru masuk Islam, ikut berdialog dengan Rosul
dalam meberikan solusi strategi dalam perang Khandak, yang akhirnya dipilihlah
strategi parit atas ide Salman.
Hal ini menunjukkan,
bagaimana Rosul sangat menghargai kebebasan berpikir sahabat dan ummat. Selama
berorientai kepada pemecahan masalah dan kebaikan umat, maka dibebaskan sama
Rosul.
Betapa tingginya ilmu didalam
pandangan umat Islam saat itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sepupu dan salah
seorang khalifah yang dijului Baitul Ilmu berkata, “Barangsiapa sedang mencari
ilmu, maka sebenarnya ia sedang mencari surga. Dan barangsiapa mencari
kemaksiatan, maka sebenarnya ia sedang mencari neraka.” Bahkan ia menyatakan
bahwa penyebaran ilmu pengetahuan, kultur dan kemampuan intelektual merupakan
salah satu keutamaan yang harus didambakan dan dicapai setiap pemerintahan
muslim. Dalam catatan tentang ucapan-ucapan beliau, diberitakan bahwa beliau
pernah mengatakan, “Wahai manusia! Aku memiliki hak-hak atas kalian dan kalian
memiliki hak-hak atasku. Hak kalian atasku adalah menuntut agar aku selalu
memberi kalian petunjuk dan nasihat, memperjuangkan kesejahteraan kalian,
memperbaiki dana-dana publik dan segala penghidupan kalian, serta membantu
mengangkat dari kebodohan dan kebuta aksaraan menuju ketinggian-ketinggian ilmu
pengetahuan, kultur, tatakrama sosial dan perilaku yang baik.”
Inilah Islam, mulai
penanaman ketauhidan sampai pengajaran terhadap ajaran-ajaran agamanya,
senantiasa dilandasi oleh pola-pola keilmuan. Perintah untuk berfikir,
merenung, bertafakur, memahami dalam ayat-ayat Alqur’an, serta pola nabi dalam
dakwah dan mendidik umat Islam saat itu. Menjadikan pola-pola keilmuan sangat
dihargai. Kebiasaan berfikir, dialog, berdiskusi untuk mencari ilmu dan
pemecahan masalah, sudah menjadi keseharian umat Islam saat itu. Bahkan tidak
ada unsur senioritas dalam hal keilmuan saat itu, siapapun, apapun posisinya,
selama pendapatnya memberikan solusi, maka ia menjadi orang yang dihargai,
sebagaimana Salman Al Farisy. Hingga akhirnya kebiasaan ini menjadi modal, cikal bakal dan kultur
keilmuan umat Islam kedepan, untuk menjadi pusat peradaban dunia.
Hingga akhirnya terbukti,
dengan kultur yang telah terbangun demikian, Islam menjadi pusat peradaban
dunia selama hampir 10 abad. Banyak sekali pusat-pusat peradaban dan
Universitas-universitas yang muncul di negara-negara Islam, di Baghdad,
Cordoba, Kairo dan kota-kota lainnya. Sehingga memunculkan banyak sekali
ilmuwan-ilmuwan muslim dengan berbagai macam karyanya di berbagai bidang
kehidupan. Hingga mampu memberikan inspirasi kepada dunia barat dengan gerakan
Renaissancenya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar