Kamis, 17 April 2014

ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL (Part 1)

“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (Q.S Ibrahim ayat 1)
Sungguh agung dan indah agama Islam yang kuanut ini, suatu agama yang membebaskan manusia dalam belenggu kejahiliyaan individu dan sosial. Suatu agama yang tidak hanya mengajarkan ketauhidan, tetapi agama yang visioner dan genius dalam melakukan suatu perbaikan dan perubahan sosial masyarakat, dengan pedoman Al Qur’an dan sunnah.
Kita semua tahu, bagaimana kondisi masyarakat arab sebelum Islam turun, dengan kejahiliyaan yang terjadi disegala sektor dan sudah menjadi budaya masyarakat. Seperti  penyembahan kepada berhala yang tidak memiliki kuasa atas semesta. Suatu keburukan dan kehinaan bagi keluarga ketika memiliki bayi perempuan, sehingga ada keharusan dan tradisi untuk dikubur hidup-hidup. Pemilik modal dan suku besar adalah penguasa masyarakat, yang bisa dengan seenaknya saling berkompromi untuk membuat aturan sendiri yang menguntungkan mereka, yang dengan seenaknya bisa dengan bebas menindas kaum yang lemah. Perzinahan, minum khamr dan judi yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat dan tidak menjadi sebuah nilai negatif. Pemilik modal yang dengan seenaknya menetapkan bunga kepada kaum lemah yang meminjam uang (praktek riba). Dimana itu semua telah mebudaya dan mengakar di masyarakat arab saat itu. Tetapi setelah Islam turun dengan ditunjuknya Muhammad SAW sebagai utusan dan Al Qur’an sebagai petunjuk/pedoman Rosul dan umat. Masyarakat arab mengalami perubahan sosial yang sangat drastis, bahkan bisa dibilang revolusioner. Nilai-nilai dan budaya negatif tersebut, semakin lama semakin terkikis dan diganti dengan sebuah nilai-nilai baru. Hanya dengan waktu 23 tahun, masyarakat arab ini telah membangun pondasi dan menjadi cikal bakal perubahan dan kemajuan peradaban Islam di dunia selama kurang lebih 10 abad lamanya dengan bimbingan Rosul dan Al Qur’an.
Terdapat bebrapa hal yang bisa kita ambil hikmah dan pelajaran dari usaha  yang dilakukan Islam dalam melakukan perubahan sosial. Dimana sebagai umat islam, kita wajib untuk mencontoh bahkan menjadikan sebuah tuntunan untuk kita dalam melakukan misi Khalifah fil Ardy, sebuah misi untuk bisa mengambil peran dalam perbaikan masyarakat dan bangsa kita untuk lebih maju dan sejahtera.
1.       Pendidikan keTauhidan, mencintai kebenaran
2.       Membiasakan untuk berfikir dan mencintai ilmu pengetahun
3.       Menghargai Kearifan masyarakat lokal selama tidak bertentangan pada kebenaran dan kemaslahatan umat
4.       Menghargai nilai-nilai kemanusiaan dalam hidup bermasyarakat
5.       Semangat amar ma’ruf nahi munkar di setiap individu
Marilah kita bahas satu persatu mengenai beberapa hal diatas :
1.       Pendidikan keTauhidan, mencintai kebenaran dan mengekang hawa nafsu
Islam hadir di masyarakat arab saat itu, hal yang utama diajarkan kepada masyarakat adalah masalah ketauhidan, lailahaillallah (tiada Tuhan selain Allah). Yang berarti setiap manusia menundukkan dirinya kepada Allah semata, tidak boleh kepada yang lain atau hawa nafsu mereka dalam menjalani kehidupan. Untuk masalah ini, Allah sangat tegas sekali dan tidak ada kompromi sebagaimana dalam surat Al Ikhlas (112) yang menyatakan keEsaan Allah dan surat Al Kafirun (109) yang menyatakan tentang tidak ada kompromi dalam hal keimanan dan agama (ketauhidan).
Ketauhidan inilah yang menjadi dasar masyarakat Islam dalam melakukan perbaikan sosial. Dengan kekuatan tauhid, setiap individu akan senantiasa memperhatikan setiap perilakunya, untuk berbuat negatif/dzalim, mereka akan berpikir ulang karena akan adanya hari perhitungan dan pembalasan di akhirat. Dengan tauhid, setiap individu akan berusaha menekan ego dan hawa nafsunya dalam bertindak, sehingga mereka akan mudah untuk di atur dalam suatu tata kehidupan bermasyarakat. Dengan tauhid, setiap individu akan memiliki kecintaan dan orientasi akan kebenaran. Dengan tauhid, setiap orang akan memiliki keberanian menghadapi apapun, demi memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, tidak ada ketakutan untuk memperjuangkan kebenaran. Dengan tauhid, setiap individu akan mudah disatukan dalam ikatan kebenaran, bukan kesukuan atau keturunan. Sehingga dengan kekuatan tauhid, diharapkan masyarakat islam dan arab saat itu memiliki pondasi untuk senantiasa berjuang dan memperjuangkan kehidupan yang berada pada jalur-jalur kebenaran demi terciptanya sebuah  masyarakat yang baik dan sejahtera.
 Karena itu, begitu pentingnya nilai-nilai tauhid menginternalisasi di dalam diri masyarakat dan umat Islam, untuk memperkuat nilai-nilai tauhid tersebut, selama 13 tahun Rosul dakwah di Mekkah, banyak sekali ayat-ayat AQ turun untuk menjelaskan dan memperkuat ketauhidan umat. Seperti ayat tentang kebesaran Allah, sifat-sifat Allah, tentang keakhiratan, tentang cara berfikir memahami kebesaran dan kekuasaan Allah, tentang sikap-sikap dalam menghadapi tantangan kaum kafir quraisy dalam mempertahankan ketauhidan. Sehingga kita bisa melihat kekhasan ayat-ayat Makkiyah yang banyak berisi tentang pembentukan nilai-nilai ketauhidan.
Hal ini terbukti, ketika nilai-nilai tauhid sudah masuk dalam diri seseorang, maka akan perubahan besar dalam diri orang tersebut. Ambil contoh adalah sahabat Umar bin Khattab, sebelum mengenal dan masuk Islam, ia suka minum khamr, suka berkelahi dalam menyelesaikan persoalan, biasa berzina. Ia juga seorang pemuda yg disegani di mekkah saat itu, dengan kekuatan fisiknya yg sulit ditandingi, kecerdasan berfikir dan independesinya dalam bersikap. Tetapi, ketika mengenal dan masuk Islam, dengan kesadaran ketauhidannya, ia langsung berubah. Nilai-nilai kehidupan jahiliyah yang sudah menjadi kebiasaannya, seakan hilang dan berganti dengan nilai-nilai kebenaran dalam kehidupannya. Ia menjadi orang yang menjauhi perzinahan, menjauhi khamr, menjauhi perjudian, menjauhi kekerasan (kecuali ketika membela kebenaran, ia bisa bersikap sangat keras). Bahkan dengan kesadarannya ia merelakan hidupnya untuk menjadi seorang agen perubahan sosial masyarakat arab saat itu bersama dengan Nabi dan sahabat yang lain, kelompok yang dulu ia hina dan lawan sekuat tenaga.
Dengan ketauhidan itulah, menjadikan Umar bin Khatab sebagai salah seorang pemimpin yang sukses dengan sikap yang bisa menjadi tauladan bagi semua pemimpin dan umat. Sikap kejujurannya, sikap kesederhanaan, sikap dalam menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, sikap kelembutannya serta empati sosialnya yang sangat tinggi. Sehingga ia mampu membawa Islam mencapai kejayaan dengan kemenangan dan tersebar sampai di Persia dan Romawi.
Dengan kekuatan tauhid, masyarakat arab menjadi masyarakat yang lebih beradab, mereka dengan kerelaanya bisa merubah tradisi jahiliyah ke tradisi yang beradab. Misalkan dalam hal khamr, sebelumnya khamr adalah bagian dari kehidupan masyarakat arab, ketika mereka berkumpul, mengadakan perayaan, menjamu tamu, khamr akan menjadi minuman wajib. Tetapi ketika Islam datang, ketika masyarakat arab sudah tertanam nilai-nilai ketauhidan, tradisi tersebut bisa dirubah dan dihilangkan. Dari awalnya menjadi perilaku yang biasa, menjadi perilaku yang negatif dan haram.
Misalkan lagi dalam hal memandang perempuan, sebelum Islam turun, perempuan bagaikan sebuah barang yang tidak bernilai. Dimana bayi perempuan sangat tidak dihargai, sehingga ada tuntutan untuk dikubur hidup-hidup, perempuan tidak memperoleh hak waris, bahkan perempuan atau ibu-ibu bisa dijadikan sebagai salah satu warisan yang akan dimiliki oleh anak tertua. Tetapi ketika Islam datang, dengan kekuatan Tauhid yang sudah tertanam di masyarakat arab, maka mereka bisa merubah itu semua, dengan kerelaan hati dan pikiran mereka lebih menghargai sosok perempuan. Perempuan bisa mendapatkan hak waris, dari dulunya menjadi barang warisan, bayi perempuan yang dilarang untuk dikubur hidup-hidup, bahkan perempuan juga dipercaya menjadi salah satu saksi.
Inilah kekuatan tauhid, sebuah nilai yang bisa merubah pola pikir dan sikap hidup manusia dan masyarakat untuk menuju pada kehidupan yang lebih beradab. Atas dasar itulah,  Allah memerintahkan kepada nabi untuk  menanamkan nilai-nilai Tauhid kedalam pemikiran masyarakat saat itu sebagai langkah awal untuk melakukan perbaikan sosial masyarakat. Sehingga inilah nilai awal yang harus ditanamkan kepada masyarakat, ketika kita ingin melakukan perbaikan sosial masyarakat, kesadaran untuk ketundukkan kepada Allah sebagai Tuhan semesta alam dalam menjalani kehidupan.
2.       Membiasakan untuk berfikir dan mencintai ilmu pengetahun
Kemajuan peradaban linear dengan tingkat penguasaan ilmu pengetahuan oleh masyarakatnya. Siapa yang menguasai ilmu pengetahuan, akan menguasai peradaban di dunia. Itulah kenapa agama Islam mempersiapkan umatnya agar bisa mengatur kehidupan, agar bisa menjalankan misi Khalifah fil Ardy, agar bisa menjadi pelopor peradaban dunia dalam kemajuan, mendidik umatnya untuk membiasakan diri untuk berpikir dan mencintai ilmu pengetahuan.
Allah menurunkan banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir dan mencintai ilmu pengetahuan. Bahkan dalam mendidik Rosul dan umat Islam untuk pertama kali meyakini keberadaan dan kekuasaan-Nya, Allah tidak menggunakan cara-cara doktrin, tetapi menggunakan cara-cara yang mengajarkan kemandirian berpikir dengan menurunkan surat Al Alaq ayat 1-5 Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” Bahkan aktifitas berfikir, menggunakan ilmu pengetahuan, dijadikan sebuah metodologi dalam menemukan keberadaan dan kebesaran Allah serta kebenaran ajaran Islam. Diantaranya ayat2Nya antara lain : Q.S 3 : 190-191 , Q.S 35 : 28, Q.S 67 : 10 , Q.S 3 : 7, Q.S 39 : 9, Q.S 30 : 28-29, Q.S 2 : 164, Q.S 12 : 1-2, Q.S 6 : 151
Islam sangat mencintai aktifitas berfikir dan ilmu pengetahuan, segala aktifitas yang berkaitan untuk mencari, menyebarkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan adalah bagian dari ibadah. Bahkan dalam sebuah hadist diriwayatkan mencari ilmu adalah salah satu ibadah yang bernilai tinggi, diantaranya : Salah seorang Anshar bertanya kepada Rosulullah SAW, “Wahai Rosul, jika ada orang yang meningggal dunia bertepatan dengan acara majelis ulama, manakah yang lebih berhak mendapatkan perhatian?” Rasulullah pun menjawab, “Jika telah ada orang yang mengantarkan dan menguburkan jenazah itu, maka menghadiri majelis ulama itu lebih utama dari pada melayat seribu jenazah. Bahkan ia lebih utama daripada menjenguk seribu orang sakit, atau sholat seribu hari seribu malam, atau sedekah seribu dirham kepada fakir miskin, ataupun seribu kali haji, bahkan lebih utama daripada seribu kali berperang dijalan Allah dengan jiwa dan hartamu! Tahukah engkau bahwa Allah dipatuhi dengan ilmu, dan disembah dengan ilmu pula? Tahukah engkau bahwa kebaikan dunia dan akhirat adalah dengan ilmu, sedangkan keburukan dunia dan akhirat adalah dengan kebodohan?”
Begitu dihargainya ilmu pengetahuan dalam islam, bahkan dalam sejarah pernah Rosul berkata kepada tawanan perang badar, bahwa siapapun diantara mereka yang menjadi tawanan ingin membeli kebebasan mereka tetapi tanpa mengeluarkan uang tebusan, dapat memanfaatkan kemampuan baca tulis mereka sebagai sumber kebebasan mereka. Setiap tawanan musyrik yang mengajarkan sepuluh orang muslim membaca dan menulis, akan meraih kebebasan mereka.
Kecintaan akan ilmu dan pembiasaan dalam berfikir, sangat dibiasakan oleh Rosul saat itu. Seperti dicontohkan dalam dakwah, Rosul tidak pernah menggunakan cara-cara doktrin untuk mengajarkan keEsaan Allah dan kebenaran ajaran Islam. Beliau senantiasa menggunakan dialog-dialog yang argumentatif dicampur dengan ayat-ayat Al Qur’an, sehingga membuat orang-orang quraisy sulit untuk membantahnya dan banyak orang yang terpikat dan terpengaruh dengan penjelasan Rosul terhadap agama Islam. Terbukti, dengan ketidakmampuan masyarakat kafir quraisy untuk dialog dan menghadapi argumentasi Rosul, mereka menggunakan cara penyebaran fitnah, dengan memfitnah Rosul adalah seorang tukang sihir, penghipnotis, sehingga menyuruh orang untuk jangan mencoba-coba mendekatinya jika tidak ingin terpengaruh dengan perkataannya. Karena perkataannya itu mengandung racun yang menyebabkan masyarakat mekkah pecah, anak dan orang tua menjadi bermusuhan.
Selain pola dakwah yang demikian mendidik, Rosul dalam membina para sahabatnya juga senantiasa memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk berdialog, bertanya, berdiskusi, tentang berbagai masalah agama dan masalah keummatan. Bagaimana pernah terjadi dialog antara Rosul, Abu Bakar, dan Umar dalam mensikapi tawanan perang badar. Rosul dan Abu Bakar lebih cenderung meminta tebusan, tetapi Umar lebih cenderung membunuh para tawanan perang. Bagaimana seorang Salman Al Farisy, seorang muallaf yang baru masuk Islam, ikut berdialog dengan Rosul dalam meberikan solusi strategi dalam perang Khandak, yang akhirnya dipilihlah strategi parit atas ide Salman.
Hal ini menunjukkan, bagaimana Rosul sangat menghargai kebebasan berpikir sahabat dan ummat. Selama berorientai kepada pemecahan masalah dan kebaikan umat, maka dibebaskan sama Rosul.
Betapa tingginya ilmu didalam pandangan umat Islam saat itu, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, sepupu dan salah seorang khalifah yang dijului Baitul Ilmu berkata, “Barangsiapa sedang mencari ilmu, maka sebenarnya ia sedang mencari surga. Dan barangsiapa mencari kemaksiatan, maka sebenarnya ia sedang mencari neraka.” Bahkan ia menyatakan bahwa penyebaran ilmu pengetahuan, kultur dan kemampuan intelektual merupakan salah satu keutamaan yang harus didambakan dan dicapai setiap pemerintahan muslim. Dalam catatan tentang ucapan-ucapan beliau, diberitakan bahwa beliau pernah mengatakan, “Wahai manusia! Aku memiliki hak-hak atas kalian dan kalian memiliki hak-hak atasku. Hak kalian atasku adalah menuntut agar aku selalu memberi kalian petunjuk dan nasihat, memperjuangkan kesejahteraan kalian, memperbaiki dana-dana publik dan segala penghidupan kalian, serta membantu mengangkat dari kebodohan dan kebuta aksaraan menuju ketinggian-ketinggian ilmu pengetahuan, kultur, tatakrama sosial dan perilaku yang baik.”
Inilah Islam, mulai penanaman ketauhidan sampai pengajaran terhadap ajaran-ajaran agamanya, senantiasa dilandasi oleh pola-pola keilmuan. Perintah untuk berfikir, merenung, bertafakur, memahami dalam ayat-ayat Alqur’an, serta pola nabi dalam dakwah dan mendidik umat Islam saat itu. Menjadikan pola-pola keilmuan sangat dihargai. Kebiasaan berfikir, dialog, berdiskusi untuk mencari ilmu dan pemecahan masalah, sudah menjadi keseharian umat Islam saat itu. Bahkan tidak ada unsur senioritas dalam hal keilmuan saat itu, siapapun, apapun posisinya, selama pendapatnya memberikan solusi, maka ia menjadi orang yang dihargai, sebagaimana Salman Al Farisy. Hingga akhirnya kebiasaan  ini menjadi modal, cikal bakal dan kultur keilmuan umat Islam kedepan, untuk menjadi pusat peradaban dunia.

Hingga akhirnya terbukti, dengan kultur yang telah terbangun demikian, Islam menjadi pusat peradaban dunia selama hampir 10 abad. Banyak sekali pusat-pusat peradaban dan Universitas-universitas yang muncul di negara-negara Islam, di Baghdad, Cordoba, Kairo dan kota-kota lainnya. Sehingga memunculkan banyak sekali ilmuwan-ilmuwan muslim dengan berbagai macam karyanya di berbagai bidang kehidupan. Hingga mampu memberikan inspirasi kepada dunia barat dengan gerakan Renaissancenya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar